PERAN INDIVIDU (PEMIMPIN DAN ANGGAUTA) DALAM SUATU ORGANISASI, DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS ORGANISASI
Oleh: Prof. Dr. M. As’ad Djalali, S.U.
Makalah: Disampaikan Dalam Rangka Sosialisasi dan Workshop Tahun Peningkatan Produktivitas Tata Kelola Pemerintahan (TPPTKP) Kabupaten Pamekasan Th. 2007.
(Pamekasan tgl. 20-21 Desember 2006)
I. Pendahuluan
Organisasi memiliki peranan sentral dalam kehidupan kita saat ini. Kebutuhan-kebutuhan dasar sekalipun seperti air yang kita minum makanan yang kita konsumsi, baju yang kita pakai, kendaraan yang kita kemudikan sehari-hari, semua didapat dengan jasa organisasi-organisasi yang ada (Werther, & Davis, 1996). Sebuah organisasi terdiri dari sekumpulan orang yang terdiri dua orang atau lebih, yang terkoordinasi dengan sengaja dan terus menerus, dalam waktu yang relatif lama, untuk mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama (Robbins, 1996; Krietner & Kiniki, 2007). Sumber daya manusia dalam suatu organisasi terdiri dari pimpinan yang disebut dengan pemimpin atau manajer dan yang dipimpin yang disebut dengan anggauta, karyawan atau anak buah. Semua orang yang terlibat dalam suatu organisasi memiliki tanggung jawab yang sama yaitu mengelola organisasi untuk mencapai tujuannya meraih produktivitas yang optimal. Sekalipun demikian, antara pimpinan dan anak buah memiliki fungsi dan peran yang berbeda.
II. Fungsi Pemimpin
Pemimpin di sini dimaksudkan pada pemimpin formal yang sinonim dengan menejer. Pemimpin umumnya menjalankan fungsinya yaitu: perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan pengawasan (Henry Fayol, lih. Robbins, 1996).
Fungsi perencanaan (planning). Dalam hal ini pemimpin mendefinisikan dan mejabarkan secara operasioanl tujuan dari organisasi. Kemudian menyusun strategi dalam pencapaian tujuan tersebut. Kemudian merancang teknis pelaksanaan dan menysun rencana pengkoordinasian kegiatan.
Fungsi pengorganisasian (organizing). Pemimpin berusaha untuk menetapkan tugas-tugas apa yang harus dilakukan, dan siapa yang berkompeten untuk melaksanakan. Selanjutnya pimpinan mengelompokkan tugas-tugas pada kelompok sejenis, dan siapa yang bertanggung jawab terhadap kelompok tadi. Di sini juga ditentukan keputusan apa yang bisa di ambil. Kemudian ditentukan kelompok tersebut melapor kepada siapa atau bertanggung jawa kepada siapa.
Fungsi memimpin (leading). Pemimpimpin berfungsi mengarahkan, mendisiplinkan dan memotivasi bawahan. Selain itu pemimpin bertugas untuk mengelola konflik-konflik yang terjadi dalam organisasi atau lembaga yang ia pimpin. Dalam rangka melakukan fungsi ini, pimpinan berupaya secara bijak mencari cara-cara atau pola-pola komunikasi yang tepat.
Fungsi pengawasan (controlling). Setelah fungsi-fungsi lain dilakukan, dalam arti tujuan organisasi ditentukan, rencana-rencara dirumuskan, struktus dan pelaksaaan teknis dijabarkan, orang yang berkompeten dilatih, ditugaskan, dan dimotivasi, pimpinan melakukan fungsi terakhir yaitu mengadakan pengawasan atau kontrol. Ini penting, mengingat pelaksana adalah manusia biasa yang tidak mungkin terbebas dari kesalahan. Apakah kinerja karyawan sesuai dengan tujuan organisasi yang sudah ditentukan sebelumnya atau tidak. Ini dapat diketahui dan dilakukan melaui mekanisme pengawasan atau control tadi.
III. Keterampilan (Skill) yang dibutuhkan oleh seorang Pemimpin
Dalam dunia kerja, seorang pemimpin dituntut memiliki keterampilan (skill) tertentu. Keterampilan dimaksud adalah: keterampilan konseptual (conceptual skill) dan keterampilan teknis (technical skill) yang memang menjadi persyaratan, dan keterampilan manusiawi (human skill atau interpersonal competence) yaitu kemampuan dalam melakukan hubungan interpersonal (Robin, 1996).
Keterampilan teknis. Semua pekerjaan tentunya menuntut beberapa sepesialisasi atau keahlian tertentu. Individu dituntut untuk memiliki ketrampilan dalam mengaplikasikan ilmu atau keahliannya. Ini bisa didapat melui pendidikan formal, pelatihan-pelatian atau didapat melalui pengalaman selama yang bersangkutan bekerja (on the job experiencies).
Keterampilan konseptual. Ini berkaitan erat dengan fungsi perencanaan dari pemimpin. Keterampilan ini menyanyangkut kemampuan mental untuk memproses secara rasional dalam menafsirkan informasi yang di terima, serta kemampuan untuk menganalisis dan mendiagnosis permasalahan-permasalahan rumit yang dihadapi organisasi. Dalam hal ini pemimpin dituntut untuk mampu mengidendifikasi serta menemukan letak dan sumber masalah, mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan alternatif solusi yang terbaik. Kegagalan seorang pemimpin sering bersumber dari ketidak mampuannya manganalisis permasalahan dan ketidak mampuannya dalam memahami informasi-informasi tadi sekalipun memiliki kemampuan teknis yang memadai.
Keterampilan manusiawi. Dalam suatu organisasi, individu harus bekerja dengan orang lain. Apalagi pemimpin yang melakukan tugas-tugasnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui orang lain. Keterampilan manusiawi atau keterampilan mengelola sumber daya manusia sangat dibutuhkan. Sebuah penelitian terhadap responden 191 eksekutif puncak dari enam perusahaan yang mewakili 500 perusahaan besar untuk menemukan jawaban terhadap kegagalan yang dihadapi para manajer atau pemimpin. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa sebab paling besar kegalalan para manajer adalah rendahnya kemampuan mereka dalam melakukan hubungan interpersonal (Robbins, 1996). Keterampilan manusiawi ini meliputi kemampuan memahami, memotivasi dan bekerja sama dengan orang lain, baik secara perorangan atau secara kelompok.
IV. Peran pimpinan
Peran adalah pola tindakan apa yang diharapkan dari seseorang dalam kehidupannya. Misalnya peran orang tua (bapak/ibu/anak) dalam keluarga, peran guru atau murid dalam suatu lembaga pendidikan, peran pimpinan atau karyawan dalam suatu organisasi dan sebagainya. Peran merupakan cerminan posisi orang dalam suatu sistem sosial, dengan hak, kewajiaban serta tanggung jawab yang menyertainya. Dalam kaitannya dengan pemimpin, ada tiga macam peran yaitu peran hubungan interpersonal, peran informasional dan peran pengambil keputusan.
Peran hubungan interpersonal. Selain menseleksi, mempekerjakan, melatih, memotivasi dan mendisiplin karyawan, pimpinan juga mejalankan tugas seremonial, seperti menyambut tamu. Pimpinan juga berperan sebagai penghubungan lembaga yang dipimpinanya dengan dunia luar; misalnya bernegosiasi untuk kepentingan organisasi. Di sini pimpinan juga berperan sebagai simbol (figurhead) dari organisasi.
Peran informasional. Dalam kapasitas tertentu pimpinan dituntut untuk mengumpulkan informasi-informasi dari dunia luar, dari publik, pasar, atau organisasi atau lembaga lain, baik sebagai mitra atau sebagai pesaing. Informasi ini biasanya didapat melalui media massa (surat kabar, majalah dan TV), diskusi-diskusi atau seminar-seminar, pengamatan, atau melalui perbincangan tidak resmi. Kemudian mengolah informasi tersebut untuk disampaikan kepada anak buahnya. Dalam hal ini pimpinan juga memberikan informasi tentang organisasi yang dipimpinnya pada dunia luar apabila diperlukan.
Peran pengambil keputusan. Pimpinan bertanggung jawab terhadap kinerja organisasi dengan mengoreksi yang belum baik dan meningkatkan apa yang sudah dianggap baik. Pimpinan juga berperan sebagai penanggung jawab terhadap pengalokasian sumber daya manusia, fisik dan keuangan. Oleh karena itu, pimpinan memiliki tanggung jawab untuk membuat kaputusan yang cerdas dalam situasi kritis seperti kerusuhan, pemogokan, atau masalah-masalah krusial lainnya.
V. Model/Pola Perilaku Kepemimpinan
Dalam masing-masing organisasi, berbeda pola perilaku kepemimpinannya, karena masing-masing pemimpin memiliki pola yang berbeda. Mereka cenderung bertindak seperti apa yang dipikirkan. Dalam hal ini ada beberapa pola kepemimpinan yang biasa dilakukan, yaitu: otokratis, kastodial, suportif dan kolegial.
Pola otokratis (autocratic). Pola ini mengandalkan pada kekuasaan atau wewenag dengan model komando yang berorientasi pada kepatuhan. Bawahan harus tunduk pada perintah, dan yang tidak patuh pada perintah, akan mendapatkan sangsi. Hubungan antara pimpinan dengan karyawan, adalah hubungan antara anak buah dengan boss. Dampak psikologis dari pola ini adalah ketergantungan pada atasan yang memiliki kewenangan hampir mutlak untuk mengangkat, memerintah dan memberhentikan para pegawai. Karyawan digaji dengan gaji minimal. Prestasi karyawan juga minim. Bila ada yang berprestasi baik, adalah karena motivasi intirinsik, karena memang menyukai pekerjaanya, atau karena kekaguman terhadap boss nya yang dianggapnya orang hebat atau orang yang istimewa.
Pola kastodial (custodial). Model ini dalam bentuk ekstrimnya, menekankan pada sumer daya ekonomi (materi), seperti gaji dan berbagai macam tunjangan, serta gaji pensiun. Organisasi yang tidak mampu secara ekonomi, tidak dapat melakukan pola kepemimpinan kastodial ini. Orientasi pegawai yaitu kemaslahatan dalam arti materi dan rasa aman. Karyawan lebih tergantung pada organisasi dari pada pada boss seperti pada pola otokratis. Dampak psikologis mereka yang berja dalam lingkugan pola kastodial ini, memiliki kepuasan terutama dengan imbalan ekonomi yang mereka terima. Tetapi mereka cenderung bekerja secara pasif, atau tidak betul-betul dengan motivasi yang tinggi. Sebagaimana pada pola otokratis. Kerja sama di antara mereka juga pasif.
Pola Suportif (supportive). Pola ini lebih berorientasi pada penciptaan iklim dalam rangka upaya mendorong para keryawan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi mereka. Perkembangan optimal dimaksud, agar mereka dapat bekerja secara optimal pula demi kepentingan organisasi. Pimpinan selalu berupaya untuk memberikan support pada karyawan agar berprestasi dalam kerja ketimbang hanya memberikan uang seperti pada pola kastodial. Karena pimpinan selalu mendukung karyawan dalam bekerja, maka dampak psikologis bagi karyawan adalah adanya partisipasi mereka dalam segenap aktivitas organisasi. Mereka bekerja dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Oleh karena itu karyawan yang bekerja dalam lingkungan kerja dengan pola suportif ini, cendrung memiliki motivasi yang lebih tinggi dari merka yang ada dalam lingkungan pola otokratis dan kastodial.
Model kolegial (collegial). Pola ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari pola suportif. Dalam pola ini pimpinan berupaya membangun suasana kerja kemitraan (partnership). Pimpinan berfungsi sebagai pendamping dalam membentuk tim kerja yang tangguh. Tanggung jawab penuh ada pada karyawan yang terlibat, baik keberhasilan atau kegagalan. Tidak pada pimpinan. Dampak psikologis dari pola ini antusiasme memadai, rasa tanggung jawab, disiplin diri, timbulnya motivasi intrinsik dan kebutuhan aktualisasi diri para karyawan dapat terpenuhi.
Penerapan model-model di atas, dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan pengalaman masing-masing individu pemimpin, di samping tuntutan lingkungan dan situasi yang berbeda. Perlu disadari, bahwa tidak ada kalaim salah satu pola yang paling baik secara permanen. Diharapkan setiap pemimpin tidak terbelenggu pada satu pola tertentu yang biasa digunakan, sehingga tidak kesulitan berubah apabila kondisi memang menutut perubahan Tantangan bagi para pemimpin adalah bagaimana mengidentifikasi pola-pola yang sebetulnya dibutuhkan dalam organisasi yang mereka pimpin dan kemudian berupaya untuk menilai keefektifannyan.
Pemimpin dituntut untuk terus belajar dan belajar terutama untuk memahami perilaku manusia. Keberhasilan seorang pemimpin sangat terantung pada kemampuannya dalam melakukan hubungan interpersonal dalam mengelola sumberdaya manusia. Keberhasilan pemimpim mengadakan hubungan interpersonal, sangat tergantung kemampuannya dalam memahami tentang seluk beluk perilaku manusia, terutama dalam lingkungannya (Davis & Newstrom, 1989).
VI. Beberapa Pendekataan Dalam Memotivasi Karyawan
Sebagaimana yang telah disinggung di muka, bahwa antara pimpinan dan karyawan dalam suatu organisasi memiliki kewajiban yang sama yaitu melakukan aktivitas demi tercapainya tujuan organisasi, sekalipun posisi dan kewenangannya berbeda. Karyawan bertugas melakukan pekerjaan-pekerjaan yang telah didelegasikan kepadanya oleh pimpinan, atau aktivitas-aktivitas yang telah menjadi kewajibannya. Produktivitas karyawan sangat tergantung kepada kinerjanya, dan kinerja ini ditentukan oleh motivasi di samping ketrerampilan, pengalaman dan kepribadiannya. Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam uraian terdahulu, bahwa salah satu fungsi pemimpin yaitu memimpin (leading), yaitu mengatur dan memotivasi anak buah (pekerja, pegawai atau karyawan). Ada beberapa pendekatan dalam memotivasi karyawan.
Pendekatan pembelajaran. Pendekatan ini dengan cara mengkondisikan lingkungan untuk membentuk perilaku karyawan dengan muatan mutivasi yang diharapkan. Pendekatan ini meliputi: pengkondisian klasik, pengkon-disian operan, modeling dan pemberian insentif.
Pendekatan interaksi sosial. Karyawan dapat termotivasi melalui interaksinya dengan orang-orang lain di sekitarnya yaitu tekanan/dorongan kelompok (the power of the group), dorongan untuk mematuhi perintah (obedience), dari orang yang punya kuasa (autority), dorongan untuk konformitas (conformity), dan dorongan untuk melakukan sesuatu karena adaanya permintaan (complience).
Pendekatan kognitif. Dalam pendekatan ini pimpinan berusaha merubah tingkah laku karyawan yang tidak baik, dengan cara merubah kognisinya. Merubah kognisi dimaksud, adalah menambah pengatahuan, wawasan, serta merubah keyakinan yang tidk benar, yang mendasari perilakunya yang tidak dikehendaki (Perti, 1996; Baron & Byrene, 1991)).
Pimpinan dapat melakukan berbagai cara dalam memotivasi karyawan, dengan catatan dilakukan sebijaksana mungkin dengan mempertimbangkan siapa, bagaimana, kapan dan dengan cara komunikasi macam apa. Sebab bila tidak, maka upaya apapun yang dilakukan akan menemui kesulitan untuk mencapai apa yang diharapkan.
VII. Penutup.
Sebagaimana yang telah dikemukakan di muka, bahwa kegagalan di dalam memimpin dalam suatu organisasi adalah rendahnya kemampuan dalam melakukan hubungan interpersonal. Ini juga tidak hanya untuk pemimpin atau manajer, tetapi juga untuk karyawan atau bawahan. Karyawan akan sulit medapatkan keberhasilan apabila mereka juga tidak memiliki keterampilan dalam melakukan hubungan interpersonal. Inti dari hubungan interpersonal adalah saling adaptasi antar individu yaitu pemimpin dengan karyawan maupun antar karyawan itu sendiri sesuai dengan tuntutan organisasi dan masyarakat. Kemampuan adaptasi ini merupakan kemampuan manusia untuk dapat mempertahankan kehidupannya, bahkan spesiesnya. Kemampuan adaptasi meliputi kemampuan akomudasi dan asimilasi. Dalam hal ini antara individu dengan lingkungannya saling berinteraksi secara dyadic. Artinya individu dalam interaksinya tidak hanya mempengaruhi orang lain, tetapi sekaligus juga dipengaruhi. Ini terjadi sepanjang masa, dalam rentang kehidupannya.
Kegagalan seseorang dalam segala aspek kehidupannya, banyak bersumber dari ketidak mampuannya berasimilasi dan akomodasi ini. Misalnya kegagalan dalam membina persahabatan, kegagalan dalam membina kelanggengan berumah tangga, kegagalan dalam dunia kerja, kegagalan untuk menjadi pemimpin dan anggota yang baik dalam suatu oraganisasi, dan kegagalan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas atau anggota masyarakat tertentu.
Khususnya dalam dunia organisasi sebagaimana yang telah dikemukakan dalam uraian terdahulu, bahwa kegagalan-kegalan pimpinan/manajemen sebagian besar ditentukan oleh kegagalan dalam melakukan hubungan interpersonal. Ini berarti kegagalan tersebut disebabkan oleh kurangnya kemampuan untuk saling adaptasi di antara masing-masing individu dalam suatu organisasi. Kemampuan beradaptasi ini sangat ditentukan oleh faktor individu itu sendiri seperti: usia, kematangan kepribadian, tingkat pendidikan, tingkat intelektualitas, wawasan dan pengalaman.
Sebagaimana yang telah di singgung di muka, kemampuan adaptasi merupakan inti dari kemampuan hubungan interpersonal. Kemampuan untuk melakukan hubungan interpersonal ini, merupakan dasar bagi seseorang untuk dapat melaksanan segala aktivitas dalam kehidupannya termasuk dalam rangka tugas kewajiban dalam suatu organisasi atau instansi, baik sebagai pemimpin/atasan maupun sebagai karyawan/bawahan. Di samping potensi-potensi lain dalam diri individu, kemampuan adaptasi sangat menentukan keberhasilan seseorang di dalam setiap lapangan kehidupannya.
Daftar Acuan:
Baron, R;A; & Byrene, 1991. Social Psychology, Understanding Human Interction, 5th Edition, Boston.
Crano, W;D; & Messe, L;A; 1982. Social Psychology, Principle and Themes of Interpersonal Behavior, Dorsey Press, Homewood, Ilinois.
DeCenzo, D; & Silhanek, B; 2002. Human Relation, Personal and Professional Development, 2th Edition, Prentice Hall, New York.
Devis, K; & Nestrom, J;W; 1989. Human Behavior at Work, Organizational Behavior, 8th. Edition, McGraw-Hill Book Company, New York.
DeVito, J;A; 1997. Komunikasi Antar Manusia, Edisi Kelima, Terjemahan:
Agus Maulana dan Lyndon Saputra, Penerbit: Professional Books,
Jakarta.
Hodgetts, R; M; 2002. Modern Human Relation at Work, 8th Edition, South-Western, Thomson Learning, Australia.
Kreitner, R; & Knicki, A; 2007. Organizational Behavior, 7th Edition, McGraw-Hill Internatioanl Edition, New York, U.S.A.
Petri, H.L. 1981. Motivation Theory and Research, Wadsworth publishing company, Belmont, California.
————– 1996. Motivation, Theory, Research and Applications, Fourth Edition,
Brooks/Cole Publishing Company, New York.
Robbins, S;P; 1996. Organisational Behavior, Internatinal Editions, Prentice- Hall International, Inc, New Jersey (USA).
Werther Jr, W.B; & Davis, K. 1996. Human Resources and Personel Management, 5th, McGgraw-Hill, Inc. New York, U.S.A.
Belum Ada Komentar